Bagaimana saya menyerah pada startup pertama saya yang hampir selesai?
Itu semua berasal dari saat pertama aku bekerja di salah satu startup di Indonesia selama kurang lebih 3 tahun lamanya, dan di saat itu aku sudah sering baca-baca di indiehackers.com – suatu situs web yang merupakan tempat berkumpul para founder startup (kebanyakan mereka cuma terdiri dari satu orang saja), istilah kerennya sih itu Indie Hacker atau Solo Founder.
Dari situ jadi terinspirasi banyak cerita dari founder-founder yang telah sukses, dan berbagai tips dan trik yang sangat membatu saya, karena di sana bukan cuma tentang teknikal seperti gimana ngoding yang baik dan benar, tapi bisa dari gimana membangun komunitas, membuat produk-produk yang diinginkan banyak orang, cara memasarkan tapi tidak bergantung pada iklan yang berbayar, dan sebagainya. Sampai akhirnya mulailah terbentuk mental untuk membangun sebuah bisnis dari internet yang profitable.
Hati saya sangat tergerak dengan kisah dari Pieter Levels (twitter.com/levelsio), dia seorang solo founder dari nomadlist.com/open dan remoteok.io/open, sebuah situs untuk mencari tempat dan kerjaan remote, iya itu di /open dia terang-terangan memperlihatkan revenue-nya dari awal dia mendirikan itu sampai sekarang, saya cukup tercengang melihat angka MRR (Monthly Recurring Revenue) itu. Kok bisa?!! Begitu pikir saya.
Berangkat dari meminjam ide dari dia, saya jadi tertarik untuk membuat hal yang serupa, tapi khusus untuk di Indonesia, produk yang akan saya buat adalah sebuah situs list kerjaan tentang JavaScript di Indonesia, tapi hanya yang bisa dikerjakan secara jarak jauh (remote) saja.
Hari demi hari saya habiskan untuk ngoding situs tersebut, teknologi pilihan saya adalah AWS Lambda + Serverless framework + NodeJS + GraphQL + Puppeteer + DynamoDB. Kelihatan mengerikan? Hahaha… Sebenarnya itu saya pilih bukan karena untuk gaya-gayaan, tapi memang dari segi cost jauh lebih murah, bahkan bisa $0 dengan pakai free-tier yang diberikan oleh AWS.
Dari awal saya sudah ada ide untuk monetisasi produk tersebut, yaitu kalau subscriber dari orang yang berlangganan newsletter itu sudah banyak (mungkin di atas 1000) maka akan saya buat fitur untuk menambahkan job di sana, ini targetnya adalah untuk pemberi kerja yang cukup kesulitan mencari kandidat yang bisa JavaScript dan yang bisa bekerja secara remote.
Tapi lama kelamaan saya jadi hilang motivasi, karena setelah saya banyak membaca di IndieHackers dan beberapa kali research di internet, yang ada di kepala saya saat itu adalah di market di negara berkembang seperti Indonesia itu sangat susah untuk meyakinkan agar orang mau membeli produk atau jasa dari internet. Apakah mungkin belum terbentuk budayanya? Karena saya melihat untuk kasus pembajakan di negeri ini juga masih sangat banyak, I don’t know.
Banyak pikiran-pikiran seperti itu, padahal produknya belum 100% jadi, lantas kenapa saya khawatir? Saya bisa saja menyelesaikan produk itu, tapi mungkin bakalan tidak ada yang memakainya dan akhirnya saya tutup. Kenapa saya bisa tahu? Tidak, saya sama sekali tidak tahu, tapi paling tidak saya percaya pada intuisi.
Setelah malam yang panjang, akhirnya saya memutar otak lagi, kira-kira apa yang bisa saya monetisasi ketika sekalipun produk itu tidak laku? Jawabannya adalah: Jualan kursus online tentang membangun aplikasi menggunakan AWS Lambda! Yup saya serius, karena melihat banyak teman saya yang menulis buku dan membuat kursus online seperti itu sangat laris manis. Artinya marketnya memang ada, dan itu memang masuk akal, karena semua orang juga butuh pendidikan, semua orang ingin terus belajar, yang bisa menaikkan taraf hidup mereka juga. Pada akhirnya, investasi yang resikonya paling kecil dan hasilnya paling besar adalah Education kan?
Kalau ide untuk membuat kursus online itu sampai sekarang masih ada, cuma saya jujur saja sebenarnya kurang suka untuk terjun di bidang itu, karena tuntutannya sangat berat, saya harus belajar teknologi baru secara cepat dan bersiap untuk mengajarkannya ke murid-murid saya. Dan saya lebih menikmati ketika menulis kode yang akhirnya bisa menjadi produk yang jadi, saya juga sedang senang dengan dunia marketing, jadi untuk sekarang saya mau fokus di building products dulu.
Saat ini saya sedang membuat SaaS (Software As A Service) untuk mengconvert sebuah landing page ke static website. Ini bermula ketika saya ingin membuat website untuk portfolio saya (dwicao.com) dan sudah mencoba berbagai layanan di luar sana, dan itu rata-rata harganya mahal sekali, tidak cocok di kantong saya, makanya salah satu solusinya ya saya buat sendiri layanan seperti itu. Saya percaya bahwa membangun startup yang dimulai dari problem kita sendiri itu bakalan lebih berhasil, karena ketika itu gagal sekalipun, paling tidak saya punya satu orang customer, yaitu saya sendiri.
Oke cukup panjang juga ya, hahaha… Terimakasih telah membaca sejauh ini, cerita tentang saya membangun SaaS landing page ke static website itu akan saya terbitkan nanti ya. Jadi jangan lupa untuk subscribe di bawah ini: